Selasa, 09 Juli 2013

ETIKA PERTAMBANGAN PADA INDUSTRI MINERAL LOGAM





Gambar: Manusia Batu

Industri mineral merupakan salah satu kepentingan ekonomi di seluruh dunia, dimana di dalamnya termasuk usaha pertambangan yang diharapkan berwawasan lingkungan sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Secara global, ekonomi industri telah digunakan sebagai suatu sistem sumber daya terbuka melalui pemanfaatan bahan baku mineral dan energi; dengan pembuangan limbah berdampak pencemaran terhadap lingkungan. Tantangan yang dihadapi oleh komunitas global saat ini adalah membuat ekonomi industri lebih mengarah kepada sistem tertutup dengan sasaran: penghematan energi, mengurangi limbah, mencegah pencemaran, dan mengurangi biaya (UNO, 1995). Salah satu unsur penting yang diangkat dalam topik kali ini adalah : Limbah industri harus dianggap sebagai bahan baku berharga yang dapat diolah lebih lanjut atau dengan kata lain didaur ulang.

LIMBAH / TAILING PERTAMBANGAN

Limbah pertambangan atau disebut sebagai tailing merupakan residu yang berasal dari sisa pengolahan bijih setelah target mineral utama dipisahkan dan biasanya terdiri atas beraneka ukuran butir, yaitu: fraksi berukuran pasir, lanau, dan lempung. Secara umum pembuangan tailing dilakukan di lingkungan darat yaitu pada depresi topografi atau penampung buatan, sungai atau danau, dan laut. Secara mineralogi tailing dapat terdiri atas beraneka mineral seperti silika, silikat besi, magnesium, natrium, kalium, dan sulfida. Dari mineral-mineral tersebut, sulfida mempunyai sifat aktif secara kimiawi, dan apabila bersentuhan dengan udara akan mengalami oksidasi sehingga membentuk garam-garam bersifat asam dan aliran asam mengandung sejumlah logam beracun seperti As, Hg, Pb, dan Cd yang dapat mencemari atau merusak lingkungan.
Ketika tailing dari suatu kegiatan pertambangan dibuang di dataran atau badan air, limbah unsur pencemar kemungkinan tersebar di sekitar wilayah tersebut dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Bahaya pencemaran lingkungan oleh arsen (As), merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) mungkin terbentuk jika tailing mengandung unsur-unsur tersebut tidak ditangani secara tepat. Terutama di wilayah-wilayah tropis, tingginya tingkat pelapukan kimiawi dan aktivitas biokimia akan menunjang percepatan mobilisasi unsur-unsur berpotensi racun.
Salah satu akibat yang merugikan dari arsen bagi kehidupan manusia adalah apabila air minum mengandung unsur tersebut melebihi nilai ambang batas; dengan gejala keracunan kronis yang ditimbulkannya pada tubuh manusia berupa iritasi usus, kerusakan syaraf dan sel.
Tailing yang berasal dari proses amalgamasi bijih emas memungkinkan limbah merkuri tersebar di sekitar wilayah penambangan dan dapat membentuk pencemaran lingkungan oleh merkuri organik atau anorganik. Pencemaran akan semakin membahayakan kesehatan manusia apabila unsur merkuri dalam badan air berubah secara biokimia menjadi senyawa metil-merkuri. Terdapat beraneka jenis mekanisma oleh mikro-organisma yang dapat membentuk spesies metil-merkuri bersifat racun, terutama apabila dimakan oleh ikan. Pengaruh organik merkuri terhadap kesehatan manusia termasuk hambatan jalan darah ke otak dan gangguan metabolisma dari sistem syaraf. Sedangkan pengaruh racun merkuri nonorganik adalah kerusakan fungsi ginjal dan hati di dalam tubuh manusia.


DISKUSI

Bertolak dari diperolehnya informasi tentang bahaya limbah industri mengandung unsur As, Hg, Pb, dan Cd yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan kehidupan manusia; maka timbul pemikiran tentang kemungkinan kejadian hal serupa pada kegiatan usaha pertambangan bahan galian logam, terutama dalam kaitannya dengan pembuangan tailing dari sisa pengolahannya. Secara alamiah, tailing terdiri dari beraneka jenis dan biasanya dibuang dalam bentuk bubur (slurry) dengan kandungan air tinggi. Tailing kemungkinan juga disusun oleh bahan-bahan kering berbutir kasar berbentuk fraksi mengapung yang berasal dari pabrik pengolahan. Pembuangan tailing merupakan masalah besar bagi lingkungan, yang menjadi lebih serius apabila keberadaannya berkaitan dengan peningkatan eksploitasi dan akibat pengolahan bahan galian logam. Dampak terhadap ekologi terutama berupa pencemaran air oleh bahan-bahan padat, logam berat, kimiawi, senyawa belerang, dan lain-lain. Perkembangan penggunaan metoda pembuangan terjadi karena timbulnya dampak terhadap lingkungan, perubahan dalam proses pengolahan dan realisasi untuk mendapatkan keuntungan produksi. Metode konvensional yang masih dilakukan oleh pelaku usaha pertambangan hingga saat ini adalah pengaliran tailing ke dalam badan sungai dan atau pembuangan di atas tanah setelah melalui pengeringan. Teknik-teknik lain kemudian dikembangkan karena banyak kerusakan yang ditimbulkan akibat penggunaan metode tersebut. Semakin banyak diperlukannya bijih berbutir lebih halus, maka diperlukan cara yang paling tepat dalam pengolahan ulang tailing untuk dapat menciptakan nilai tambah produksi. Pada beberapa penambangan bawah permukaan, tailing biasa digunakan untuk menimbun daerahdaerah bekas penambangan. Tailing juga digunakan untuk back-filling dalam suatu kegiatan pertambangan dengan terlebih dahulu melalui pemisahan karena tidak semua jenis tailing dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengisi bukaan-bukaan. 
Tailing dapat saja mengalami pemuaian atau pengerutan setelah digunakan untuk pengisi bukaan, dan juga memiliki sifat sebagai perekat sehingga sangat bermanfaat untuk kegiatan penyemenan pada penambangan bawah permukaan. Tailing juga ditimbun sementara selama masa penambangan sedang berlangsung dan kemudian ditampung dalam bendungan. Pembuatan tempat penimbunan/bendungan harus dalam kondisi aman dan ekonomis untuk menampung volume tailing serta berfungsi sebagai pengendali pencemaran lingkungan. Masalah serius yang timbul dari pembuangan tailing adalah terutama berkaitan dengan pembebasan air tercemar akibat pelarutan logam-logam berat (diantaranya As, Hg, Pb, dan Cd), keasaman (pH rendah), bahan kimia/reagen dari pabrik pengolahan dan bahan-bahan suspensi yang dapat membentuk zat padat. Secara mineralogi, mineral pengotor alkali dalam tailing sering berperan sebagai pengendali pencemaran yang alamiah; dimana salah satunya adalah peranan kalsium (Ca) dalam batugamping yang dapat mempermudah pelarutan logam-logam dan menetralisir hasil oksidasi. Proses pemurnian tailing juga sering dilakukan dengan cara pengapuran dengan tujuan untuk menetralisir keasaman, sehingga mendorong terjadinya flokulasi (penggumpalan) dan pengendapan logam-logam berat (berbentuk hidroksida) sebelum dialirkan ke dalam bendungan. Penanganan tailing melibatkan proses pengentalan dan pengaliran cairan serta pembebasan logam-logam berat, kemudian dikembalikan ke pabrik pengolahan sehingga mengurangi pasokan air dan bahan-bahan pencemar/polutan dalam bendungan tailing.




KESIMPULAN

Tailing dari suatu usaha pertambangan logam menjadi pusat perhatian ketika pembuangannya dilakukan tanpa memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Lebih jauh lagi apabila tailing tersebut mengandung unsur-unsur berpotensi racun seperti arsen (As), merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd), sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dengan akibat yang merugikan bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu diperlukan penerapan program perlindungan terhadap lingkungan melalui pengembangan: metode penambangan dan pengolahan; sistem penanganan dan daur ulang tailing; rancangan konstruksi penampung tailing dan pengawasan pembuangannya; serta pencegahan pencemaran oleh unsur-unsur berpotensi racun dimaksud.
Kemudian perlu penindakan tegas atas kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan dalam kebijakan pertambangan dan etika pertambangan. Diantaranya UU UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Pertambangan Umum.
Dengan diberlakukannya secara tegas perundang-undangan yang telah ada merupakan upaya preventif untuk mencegah kerusakan lingkungan dan menciptakan etika pertambangan yang sesuai dengan aturan yang berlaku.



UPAYA
1.     Diperlukan upaya penegakan hukum terhadap masyarakat/pengusaha yang tidak memiliki surat ijin kegiatan penambangan. Upaya penegakan hukum ini diberlakukan sesuai perundang-undangan yang berlaku dan bersifat tegas serta tidak memihak. Sangsi yang diberikan kepada penambang liar dimaksudkan untuk merelokasi aktivitas penambangan pada daerah-daerah terlarang oleh kegiatan penambangan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang semakin parah dan diharapkan pemberian sangsi akan menciptakan asumsi negatif terhadap upaya penegakan hukum yang lemah.

2.     Perlu dilakukan upaya pendekatan perencana program yang mampu menciptakan keserasian dan kesesuaian antar tujuan-tujuan program/kebijakan dengan kebutuhan kelompok sasaran. Dengan dipenuhinya persyaratan-persyaratan ini maka akan dapat dipastikan resiko kegagalan pelaksanaan program atau penolakan dari kelompok sasaran dapat diminimalkan.



Gambar :Logam 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar